MANUSIA PERAHU (SEANOMEDIC) SUKU BAJO

7 05 2008

Suku Bajo dikenal sebagai pelaut-pelaut yang tangguh. Namun, sejarah lebih mengenal suku Makassar, suku Bugis, atau suku Mandar, sebagai raja di lautan. Padahal, suku Bajo pernah disebut-sebut pernah menjadi bagian dari Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya. Sehingga, ketangguhan dan keterampilannya mengarungi samudera jelas tidak terbantahkan.

Sejumlah antropolog mencatat, suku Bajo lari ke laut karena mereka menghindari perang dan kericuhan di darat. Sejak itu, bermunculan manusia-manusia perahu yang sepenuhnya hidup di atas air. Nama suku Bajo diberikan oleh warga suku lain di Pulau Sulawesi sendiri atau di luar Pulau Sulawesi. Sedangkan warga suku Bajo menyebutnyadirinya sebagai suku Same. Dan, mereka menyebut warga di luar sukunya sebagai suku Bagai.

Baca entri selengkapnya »





PUNGGAWA, “PEMIMPIN” SUKU MANDAR

7 05 2008

Kawasan pesisir Sulawesi Barat dikenal sebagai tempat bermukimnya suku Mandar – salah satu suku laut di pulau Sulawesi. Dalam dunia antropologi, nama suku Mandar senantiasa disejajarkan dengan suku Bugis, suku Makassar, atau suku Bajo. Salah satu perbedaan suku Mandar dibandingkan suku-suku laut lainnya di pulau Sulawesi, mereka dikenal sebagai possasiq atau pelaut-pelaut yang tangguh.

Sebenarnya, mereka bukan hanya dikenal sebagai pelaut yang sanggup mengarungi lautan berapa pun jauhnya. Tapi, mereka pun handal dalam mengumpulkan ikan di laut-laut dalam. Mereka memang menggantungkan nafkah sehari-harinya pada laut. Sehingga, perahu dan laut pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka.

Baca entri selengkapnya »





OM JIMA, WARGA SUKU WANA

7 05 2008

Jauh di pedalaman Taman Nasional Morowali, Sulawesi Tengah, bermukim sebuah suku terasing bernama suku Wana. Tidak mudah untuk mendapati keterasingan mereka. Dari Kota Kolonodale, paling tidak kita membutuhkan waktu hingga tiga hari untuk menjangkau kampung terdekat. Itu pun harus melintasi laut, sungai, dan menyusuri jalan setapak sekitar dua hari. Serta, naik-turun bukit!

Kalangan antropolog mengenal mereka sebagai masyarakat perburu-peramu. Artinya, mereka gantungkan hidupnya dengan berburu dan meramu binatang atau hewan yang didapatnya. Orang Wana dikenal memiliki keterampilan berburu dan memasang jerat hewan yang handal. Karena mengikuti pergerakan untuk memburu binatang, dulunya mereka juga rajin berpindah-pindah tempat.

Baca entri selengkapnya »





PAK KATAK, WARGA SUKU TALANG MAMAK

7 05 2008

Suku Talang Mamak merupakan satu dari suku-suku terasing yang mendiami wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh di perbatasan provisi Riau dan Jambi. Masyarakat adat tersebut tergolong Proto Melayu atau Melayu Tua. Saat ini populasi mereka sekitar 6500 jiwa, dan sekitar 900 jiwa di antaranya bermukim di dalam kawasan Taman Nasional.

Warga Suku Talang Mamak kerap menyebut dirinya suku Taha, atau kerap juga menyebut dirinya sebagai Langkah Lama. Mereka meyakini Adat Talang Mamak sebagai agama kepercayaan warganya. Dan, mereka akan menyebutkan suku Melayu atau Langkah Baru bagi warga suku Talang Mamak yang menganut agama di luar kepercayaannya.

Baca entri selengkapnya »





AMMATOA, PEMIMPIN SUKU KAJANG

6 05 2008

Dongeng yang berkembang di tengah komunitas suku Kajang; dulu langit dan bumi menyatu berbentuk tetampah (pattapi). Ketika manusia pertama (mula tauna) muncul di tempat ini, langit dan bumi terpisah. Peristiwa itulah yang mengilhami penamaan “kajang” yang berarti “memisahkan”. Beberapa artefak dan andesit di tempat ini menunjukkan, kawasan ini pernah menjadi sentral upacara adat suku Kajang.

Suku Kajang bermukim di areal pemukiman di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba – sekitar 250 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan. Menurut tempat mukimnya, suku Kajang terbagi dalam dua kelompok; suku Kajang Luar dan suku Kajang Dalam.

Baca entri selengkapnya »





SAIDI, PUANG MATOWA BISSU

5 05 2008

Pada zamannya, Bissu memiliki tempat terhormat di tengah masyarakat suku Bugis. Karena, selain pemimpin religius dengan segala kemampuan supranaturalnya, ia juga merupakan penasihat raja. Maka, status sosialnya pun melambung ke angkasa. Dan, hal itu membuat kalangan waria (calabai) atau kalangan gender bissu sendiri, tidak merasa jengah untuk bergabung dengan komunitas tersebut.

Bissu bukan hanya simbol sistem budaya yang berkembang di pulau Sulawesi tempo dulu. Tapi, ia juga merupakan bukti adanya keyakinan praislam yang dianut warga suku Bugis. Bahkan, ketika Islam diperkenalkan dan menjadi keyakinan utama seluruh lapisan masyarakat, Bissu tetap menjadi tempat. Bahkan, ketika gempuran fanatik DI/TII pimpinan Kahar Muzakar mengancam kelangsungan komunitas itu pada tahun 60-an, diam-diam Bissu tetap mendapat perlindungan. Buktinya, hingga kini kalangan Bissu tetap diterima secara budaya dan keyakinan. Satu sisi masyarakat memeluk Islam secara taat, tapi di sisi lain mereka kerap berhubungan dengan Bissu dengan berbagai tujuan. Sinkretisme, maksudnya.

Baca entri selengkapnya »





SLAMET GUNDONO, DALANG WAYANG SUKET

4 05 2008

Slamet Gundono adalah dalang ternama dari Tegal, yang mempopulerkan Wayang Suket – wayang yang terbuat dari rumput. Dengan kreativitasnya, dalang yang bertubuh tambun itu, memadukan keterampilan mendalang, berteater, dan bermusik, sambil memainkan lakon-lakon pewayangan klasik yang diaktualkan dengan peristiwa nyata. Sehingga, suket yang hakekatnya hanyalah tanaman liar, di tangannya menjelma menjadi tokoh-tokoh atau karakter-karakter yang memiliki pikiran dan jiwa.

Secara harafiah, suket dalam bahasa Jawa berarti rumput alias tanaman liar, yang bisa tumbuh di mana saja. Teman abadinya adalah tanah, air, dan siraman cahaya matahari. Ketika tersedia lahan kosong, ketika air dan cahaya matahari membelai benihnya penuh kasih, maka suket pun akan tumbuh dan berkembang sebebas-bebasnya. Bahkan, ketika ada tangan-tangan jahil membabati tubuh kurusnya, maka ia tidak akan pernah putus asa dan mati kekeringan. Tapi, ia akan bangkit kembali dan mencoba menjangkau langit.

Baca entri selengkapnya »





RASINAH, PENARI TOPENG INDRAMAYU

3 05 2008

Mimi Rasinah adalah seorang Penari Topeng Indramayu ternama. Bahkan, namanya pun sudah dimasukkan dalan kategori maestro. Karena, nenek berusia 80 tahun itu telah memperlihatkan dedikasi yang begitu tinggi terhadap kesenian tradional itu. Ia bukan hanya menari dengan rupa topeng-topeng yang selalu berganti di wajahnya. Tapi, ia juga menyebarkan inspirasi bagi orang lain untuk mencintai Tari Topeng Indramayu.

Rasinah lahir di Desa Pekandangan, Indramayu, Jawa Barat. Kedua orangtuanya juga seniman. Karena itu, darah seni pun menucur deras di dalam nadinya. Sejak kecil ia telah diajari menari lengkap dengan aturan-aturan “mistis”nya. Bahkan, ia pun telah “diamenkan” di panggung-panggung hajatan (bebarang), untuk menegaskan suratan hidupnya yang seniman.

Baca entri selengkapnya »





MASNAH, PENYANYI GAMBANG KROMONG

2 05 2008

Masnah atau Pang Tjin Nio adalah Gambang Kromong. Ketika namanya disebut, maka para pemerhati seni akan menghubungkannya dengan kesenian khas produk akulturasi Cina Keturunan dan Pribumi. Masnah juga tergolong maestro. Karena, nenek berusia 80 tahun itu telah memperlihatkan dedikasi yang begitu tinggi terhadap kesenian tradional itu. Ia bukan hanya satu-satunya penyanyi yang hafal lagu-lagu klasik (dalem) Gambang Kromong, tapi ia pun menawarkan inspirasi bagi orang lain untuk mencintai Gambang Kromong.

Sejatinya, Masnah adalah Cina Keturunan. Karena itu, ia juga masih memelihara simbol-simbol kecinaannya. Misal, altar peribadatan di ruang tamunya dan juga praktik-praktik peribadatannya. Tapi, jika ditanya agama yang dianutnya, maka ia hanya tersenyum. Di KTP, agamanya tertulis Islam. Tapi, hatinya mengarah pada Khong Hu Chu. Meskipun demikian, ia justru tidak pernah mengunjungi vihara. Satu-satunya kunjungan ke tempat ibadah kaum Budha itu adalah ketika ia diminta filmmaker, untuk mengunjungi sebuah vihara di Pasar Lama Tangerang.

Baca entri selengkapnya »





KAJALI, DALANG WAYANG GARING

1 05 2008

Wayang Garing adalah kesenian wayang kulit yang dimainkan oleh seorang dalang, tanpa didampingi sinden (penyanyi) dan nayaga (pemain musik). Ia adalah pemain tunggal. Ia menjadi dalang, ia juga menjadi sinden, dan ia juga menjadi nayaga. Tidak ada instrumen gamelan dalam pementasannya. Semua sumber suara berasal dari mulut sang dalang.

Wayang Garing sebenarnya bukanlah kesenian standar. Karena, ia tidak memiliki “kelengkapan kerja” sebagaimana layaknya sebuah kelompok wayang kulit. Normalnya, kesenian tersebut menampilkan dalang, sinden, dan nayaga, sebagai subyek pertunjukan. Serta, memperlihatkan wayang, gamelan, dan panggung, sebagai media penceritaan. Namun, Wayang Garing hanya memiliki dalang dan wayang. Bahkan, panggungnya pun cenderung tidak ada.

Baca entri selengkapnya »